Minggu, 03 Juni 2012

Review Jurnal HAKI


Nama Kelompok :         Elin Eliani (22210333)
                                    Galih Pangestu (22210924)
                                    Harry Farhan (23210157)
                                    Saepudin (26210320)
                                    Tiara Lenggogeni (26210888)

I. ABSTRAK

HKI adalah hak yang timbul sebagai akibat dari manusia karya tindakan kreatif menghasilkan inovatif yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia. Sebagai hak eksklusif, perlindungan Hak Kekayaan Intelektual pada mulanya merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh Negara bagian ide atau hasil karya warga negaranya, dan karena itu hak atas Kekayaan Intelektual adalah kenegaraan fundamental teritorial. Pengakuan Hak Kekayaan Intelektual perlindungan di sebuah Negara tidak berarti perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Negara lain. Pelaksanaan ketentuan mengenai Hak Kekayaan Intelektual telah dilaksanakan tetapi belum maksimal hal ini disebabkan karena persepsi masyarakat yang beragam di satu sisi banyak yang menganggap HKI belum diperlukan karena akan membatasi seseorang untuk berbuat baik kepada sesama manusia, tetapi ada juga orang yang sudah mulai menyadari pentingnya HKI sehingga berusaha melindungi HKI dalam hal ini adalah Hak Cipta dan Merek Dagang Hak. Namun dalam pelaksanaan HKI ada juga kendala yang menyertai system pemasaran yang belum baik, sering mengubah-ubah bahwa motif serta modal terbatas dan sumber daya manusia.


II. PENDAHULUAN
Globalisasi ekonomi tidak pelak lagi telah masuk dalam kehidupan NasionalIndonesia. Hal ini akan menimbulkan kolonialisasi ekonomi dengan konsentrasi padakekuatan korporasi internasional, oleh karena itu hukum diharapkan mampumengakomodasi untuk memperkuat perekonomian nasional untuk mengakses pasar internasional.
Akhir akhir ini sedang berlangsung terjadinya perubahan-perubahan yang sangatcepat, sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia sudah tidaklagi perlu menyelesaikan suatu pekerjaan secara manual, melainkan sudahmemanfaatkan teknologi canggih yang serba otomatis. Jarak maupun waktu bukan lagisuatu masalah baik itu jauh maupun lama. Oleh karena itu, ini menandakan perubahanbaru dari era industri menuju era baru yaitu era informasi.
Globalisasi pada awalnya bermula pada perubahan dan perkembangan dibidang ekonomi untuk mewujudkan tata ekonomi antar bangsa yang adil dan sejahterauntuk sebagian besar masyarakat dunia.Globalisasi mengandung makna yang dalamdan terjadi di segala aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial budaya, IPTEK,dan sebagainya. Dalam dunia bisnis misalnya, globalisasi, tidak hanya sekedar berdagang di seluruh dunia dengan cara baru, yang menjaga keseimbangan antarakualitas global hasil produksi dengan kebutuhan khas yang bersifat lokal darikonsumen. Cara baru ini dipengaruhi oleh saling ketergantungan antar bangsa yangsemakin meningkat, berlakunya standar-standar dan kualitas baku internasional,meningkatan peran swasta dalam bentuk korporasi internasional, melemahnya ikatan-ikatan nasional di bidang ekonomi, peranan informasi sebagai kekuatan meningkat.


Ekspansi perdagangan dunia dan juga dilakukannya rasionalisasi tarif tercakupdalam GATT (the General Agreement on Tariff and Trade). GATT sebenarnyamerupakan kontrak kerja antar partner dagang untuk tidak memperlakukan secaradiskriminatif, proteksionis atas dasar ´’law of the jungle’´ dalam perdagangan dunia.Salah satu hasil perundingan GATT adalah TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade in Counterfeit Goods). Yang bertujuan :
a. Meningkatkan perlindungan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)dari produk-produk yang diperdagangkan.
b. Menjamin prosedur pelaksanaan HAKI yang tidak menghambat kegiatanperdagangan.
c. Merumuskan aturan serta disiplin mengenai pelaksanaan perlindunganterhadap HAKI.
d. Mengembangkan prinsip aturan dan mekanisme kerjasama internasionaluntuk menangani perdagangan barang-barang hasil pemalsuan ataupembajakan HAKI.
Globalisasi menimbulkan dampak bagi Negara Republik Indonesia secarakhususnya dan bagi negara berkembang pada umumnya. Pembangunan yangdilaksanakan mau tidak mau harus memperhitungkan aspek aspek global tersebut.Dalam hal ini termasuk dalam pengembangan hukum, instrumen-instrumen hukuminternasional dan pandangan-pandangan yang bersifat global perlu memperoleh tempatdalam pemikiran hukum nasional.
Proses globalisasi menimbulkan tolok ukur utama hubungan antar bangsa yaituperihaleconomic oriented yakni keuntungan atau hasil nyata apa yang dapat diperolehdari adanya hubungan tersebut. Pengaruh luar dapat cepat sekali masuk ke Indonesiasebagai implikasi terciptanya sistem ekonomi yang terbuka. Salah satu aspek darisistem ekonomi adalah pada produk yang pemasarannya tidak lagi terbatas pada skalanasional tetapi juga internasional. Hal ini berakibat pada kompetisi standar kualitas danpersaingan yang fair, serta terhindarnya produk industri palsu, berdasarkan padakesepakatan-kesepakatan dunia internasional.
Dalam keletihan mengatasi deraan krisis ekonomi, hak atas kekayaan intelektual(HaKI) kembali digugat perannya dalam proses pemulihan dan pemberdayaan ekonomirakyat. Sejauh ini, HaKI memang mempunyai insentif strategis untuk mendorongpertumbuhan ekonomi meski juga berkarakter monopoli yang mengundang resistensiGlobalisasi saat ini telah menciptakan aspek aspek dalam bentuk formatinterdependensi. Demikian pula rezim HaKI yang sarat dengan tatanan regulasi. Dalamkegiatan ekonomi dan perdagangan, HaKI telah sedemikian terkait dengan artikulasipasar global. Pasar bebas yang mestinya steril dari berbagai intervensi, nyatanyamemiliki kalkulasi sendiri. Ia terbukti tidak sepi dari kepentingan politik. Sanksi ekonomi,dan embargo adalah sebagian contoh hukuman bagi tindak pencederaan terhadapHaKI.Dalam memasuki pasar internasional, maka perlindungan dibidang HAKI tidakbisa ditawar-tawar lagi, sebab perlindungan HAKI ini sebenarnya bagaikan keping matauang yang memiliki dua sisi. Sisi pertama sebagai penopang pertumbuhan ekonominasional, sedangkan sisi yang lain akan memberikan kepercayaan internasional,khususnya kepercayaan para investor terhadap iklim di Indonesia yang mampumelindungi bidang HaKI. Sebab jika ´’law enforcement ‘´ dibidang HaKI tidak mendapatprioritas tentunya barang-barang berkualitas akan enggan masuk pasar dalam negeri. ApalagiUnited State Trade Representative(Amerika Serikat) menempatkan Indonesiapada posisi ´priority watch list ´.
III. PEMBAHASAN
Peranan HaKI di Indonesia
Betapapun HaKI adalah konsep hukum yang netral. Namun, sebagai pranata,HaKI juga memiliki misi. Di antaranya, menjamin perlindungan terhadap kepentinganmoral dan ekonomi pemiliknya. Bagi Indonesia, pengembangan sistem HaKI telah diarahkan untuk menjadi pagar, penuntun dan sekaligus rambu bagi aktivitas industridan lalu lintas perdagangan. Dalam skala ekonomi makro, HaKI dirancang untukmemberi energi dan motivasi kepada masyarakat untuk lebih mampu menggerakkanseluruh potensi ekonomi yang dimiliki.
HaKI berkaitan dengan produk. Suatu produk pada hakikatnya merupakan karyaseni atau sastra atau karya tulisan termasuk karya ilmiah yang pada dasarnyamerupakan karya intelektual yang dilindungi hak cipta (sebagai bagian dari HaKI), dandiperdagangkan secara global, pada gilirannya akan memerlukan pula perlindunganhukum yang efektif dari segala tindak pelanggaran. Demikian pula halnya denganproduk industri atau manufaktur lainnya. Keterlibatan pilihan teknologi (termasukteknologi proses) baik yang dipatenkan maupun yang berupa rahasia dagang, yangberlangsung sejak tahap perencanaan dan berlanjut hingga tahap pembuatannya,ataupun penggunaan merek pada saat produk yang bersangkutan dipasarkan,menunjukkan keterlibatan HaKI sejak awal hingga akhir produksi. Dapat dikatakan HaKItelah hadir sejak awal produksi hingga saat pemasarannya. Karenanya, memang tidakberlebihan untuk mengatakan bahwa globalisasi produk pada akhirnya juga berartiglobalisasi HaKI.
Pada proses selanjutnya seiring dengan meningkatnya kreatifitas masyarakatdan dipengaruhi oleh teori ekonomi pasar dari Adam Smith, muncul konsep hak ataskepemilikkan atas karya intelektual. Konsep ini kemudian di Undang-Undangkan.Penjaminan atas hasil karya intelektual ini dimaksudkan untuk merangsangpertumbuhan kreatifitas, menjamin kepemilikan suatu hasil kreatifitas serta menjadikanhasil kreatifitas intelektual memiliki nilai pasar dalam artian ekonomis tersendiri.Problem yang timbul dari tatanan ini adalah, pelaksanaan UU paten dan copyright telahmembuka jurang yang lebar antara si kaya dan si miskin atau antara negara kayadengan negarta miskin serta kecenderungan munculnya perilaku monopoli olehsekelompok orang atau kelompok tertentu.
Di bidang merek, HaKI tegas menolak monopoli pemilikan dan penggunaanmerek yang miskin reputasi. Merek serupa itu bebas digunakan dan didaftarkan oranglain sepanjang untuk komoditas dagang yang tidak sejenis. HaKI hanya memberiotoritas monopoli yang lebih ketat pada merek yang sudah menjadi tanda dagang yangterkenal. Di luar itu, masyarakat bebas menggunakan sepanjang sesuai dengan aturan.Yang pasti, permintaan pendaftaran merek ditolak bila didasari iktikad tidak baik.
Memasuki tahun 2000 HaKI telah bergulir secara resmi dalam koridor globalisasi,artinya pengakuan hukum disatu negara secara konseptual tidak berbeda dari yang adadi negara lain. Begitu juga dengan ruang lingkup HaKI mengalami perkembangan, HaKItidak lagi hanya mengurusi hak atas cipta, paten dan merek tapi sekarang telah meliputihak atas desain industri, tata letak sirkuit terpadu dan rahasia dagang. Hal ini sejalandengan penataan HaKI dalam wadah World Trade Organization( WTO ), yangdidalamnya juga terlampir  Agreement ontrade Related of Intelectual Property ( TRIPs ) .Kenyataan ini yang nantinya mendorong untuk perlu melakukan ratifikasi terhadapperundang-undangan HaKI (UU hak cipta, UU paten dan merek) di Indonesia.
Sejalan dengan itu, pemerintah Indonesia terus mengambil langkah gunameningkatkan perlindungan hukum, dan pembinaan di bidang HKI. Sejak tahun 2000Pemerintah Indonesia telah menerbitkan dan merevisi peraturan hukum di bidang HKIuntuk disesuaikan dengan kesepakatan TRIPs, antara lain: UU No. 29 Tahun 2000tentang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT), UU No. 30 Tahun 2000 tentangRahasia Dagang, UU No. 31 tentang Desain Industri, UU No. 32 tentang Desain TataLetak Sirkuit Terpadu (DTLST), UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No. 15Tahun 2001 tentang Merek, UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Melihat perkembangan sistem perundang-undangan HaKI di Indonesia, A.Zenmenjelaskan bahwa undang-undang HaKI merujuk pada peran HakI sebagaipendukung kegiatan untuk menghasilkan karya-karya intelektual. Hal ini dapat terlihatnyata pada implementasi UU No 6 tahun 1989 tentang hak paten, UU No 13 tahun1997 yang memberi perlindungan hukum yang semakin efektif terhadap perkembangankegiatan penelitian dan pengembangan teknologi atau UU No 19 tahun 1992 dalamkaitannya dengan merek. Sebagai sebuah perundang-undangan, UU HaKI mengatur tentang ruang lingkup karya intelektual ( hak dan kewajiban ), tata cara mendapatkanHaKI termasuk pendaftaran HaKI secara internasional, jangka waktu perlindungan sertaprosedur pemeriksaan. Terobosan baru yang juga dilakukan adalah tersedianya paten sederhana bagi hasil karya kreatif yang tidak berteknologi tinggi. Untuk patensederhana ini persyaratannya lebih ringan dan jangka waktu perlindungan juga tidakbegitu lama. Hal ini dikarenakan masih lemahnya pemahaman HaKI, sejalan denganbukti bahwa masyarakat kita masih belum menghargai HaKI, contohnya adalahpersoalan peniruan merek. Sesungguhnya memang kurang fair menuntut masyarakatmemahami sendiri aturan HaKI tanpa bimbingan yang memadai. Sebagai konsephukum baru yang padat dengan teori lintas ilmu, HaKI memiliki kendala klasik untukdapat dimengerti dan dipahami. Selain sistem edukasi yang kurang terakomodasi di jenjang perguruan tinggi, HaKI hanya menjadi wacana yang sangat terbatas karenakurangnya sosialisasi.
HaKI sebagai suatu sistem perlindungan ide bagi dunia usaha
Philipus M. Hadjon menyebutkan bahwa pada dasarnya perlindungan hukummeliputi dua hal. Yakni perlindungan hukum pereventif dan perlindungan hukumrepresif. Perlindungan hukum preventif meliputi tindakan yang menuju kepada upayapencegahan terjadinya sengketa sedangkan perlindungan represif maksudnya adalah perlindungan yang arahnya lebih kepada upaya untuk menyelesaikan sengketa, seperticontohnya adalah penyelesaian sengketa di pengadilan.
HaKI sebagai satu sistem perlindungan hukum juga mempunyai kedua jenisperlindungan sebagaimana yang diungkapkan oleh Hadjon. HaKI mengenal adanyasistem pendaftaran yang cenderung kepada perlindungan hukum secara preventif dansistem pidana untuk perlindungan secara represif, mengingat memang pidana padaasasnya adalah satu tindakan terakhir untuk menegakkan hukum.HaKI memberikan pencipta dua hak ekslusif yaitu hak moral dan hak ekonomi;hak moral adalah hak hak yang melindungi kepentingan pribadi sang pencipta sehinggamemberikan pencipta hak untuk tetap disebut pencipta karya tersebut. Sedangkan,Hak ekonomi adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas kekayaanintelektual.
Kasus yang sering terjadi adalah harga produk HKI cenderung sangat mahal. Halini dikarenakan terkadang pencipta tidak hanya mengambil hak ekonominya akan tetapimelipat gandakan apa yang menjadi haknya. Padahal bisa saja untuk menjadikanbarang tersebut murah pencipta atau penemu melepas hak ekonominya tersebutsehingga bisa jadi harga dari produk HaKI menjadi lebih terjangkau. Akan tetapimelepaskan hak ekonomi dikalangan pencipta atau penemu tampaknya masih sangat jarang.
Dunia usaha saat pada masa globalisasi sekarang ini menghadapi banyak tantanganseiring cepatnya perubahan perubahan dalam teknologi dan banyaknya kreasi atau ide yang tercipta dari tenaga kerja yang kreatif. Hal ini menimbulkan pertanyaan akanpentingnya HaKI dalam tiap tiap bidang industri.
HaKI dalam Industri perangkat lunak
Disini terdapat perbedaan antara hak paten dengan copyright dalam konteksindustri perangkat lunak. Hak paten terletak pada algoritma, sedangkan penerapan darialgoritma adalah copyright . Oleh karena itu algoritma dapat dipatenkan sedangkanpenerapan dari algoritma (copyright ) tidak bisa. Sebagai contoh pengembangan padamicrosoft, microsoft tidak dapat disebut copyright tapi berhak atas paten.Kerumitan menetapkan suatu hasil karya pada industri perangkat lunak iniberhak memiliki copyright atau tidak sejalan dengan cepat dan panjangnya prosespengembangan pada industri perangkat lunak itu sendiri. Akibatnya copyright seringdipertentangkan dan ketika memasuki proses hukum kembali terganjal kepada prosesitu kembali. Oleh karena itu perlindungan hukum dalam industri perangkat lunak yangdinaungi oleh UU No 19 Tahun 2002 tentang hak cipta (copyright ) dan UU No.14 tahun2001 tentang paten masih tumpang tindih. Hal ini dikarenakan, algoritma sebuahperangkat lunak yang menjadi mesin dari sebuah perangkat lunak masih dapat dibajakdan dibuat kembali dengan mudah tanpa bisa dilacak (reverse engineering ). Untukmenjelaskan perkembangan industri perangkat lunak di Indonesia terlihat masihterfokus pada proses aplikasi atau integrasi. Pengembangan itu sendiri masih banyakmengabaikan HaKI. Persoalannya disini adalah UU HaKI masih banyak berpihak padadan menguntungkan orang lain.
HaKI dalam Industri Farmasi
Industri farmasi di Indonesia pada era globalisasi terdiri dari sebagian besar merupakan industri manufaktur farmasi yang berorientasi pada formula obat jadi, danuntuk kebutuhan tersebut masih tergantung pada bahan baku impor. Lemahnya industripengembangan farmasi di Indonesia disebabkan oleh tingginya biaya untuk melakukan penelitian. Adapun peluang untuk bersaing dengan pihak luar yang memang padatmodal adalah pada pengembangan obat tradisional yang bahan bakunya tersedia diIndonesia. Dilihat dari sisi perspektif perlindungan hukum HaKI tampaknya masihberjalan kurang baik dikarenakan situasi industri farmasi Indonesia saja yang masihmenggantungkan obat obatan dari luar negeri. Lebih jauh lagi tampaknya, perlindunganHaKI terhadap obat-obatan luar negeri masih lemah dengan banyaknya obat obatanpalsu yang beredar di masyarakat.Contoh kasusnya adalah, Tempe yang secaratradisional adalah produk asli Indonesia, namun paten tempe telah dilakukan di Jepang(Masuki Tokuda, Kyoso Hiroya, Nishi dan Inoue) untuk kepentingan obat dan kosmetik.
HaKI dalam industri musik
Keberadaan HaKI dengan segala perangkat perundang-undangannya merupkansesuatu yang ditungu-tunggu dalam industri musik dan berharap perlu didukung olehsemua pihak. Akan tetapi, sebaliknya, perlindungan hukum terhadap hasil karyapemusik masih lemah. Masyarakat lebih bangga membeli kaset banjakan dibandingkanyang original, dan memang harganya lebih murah. Perdagangan kaset bajakanbelakangan ini justru semakin banyak dan terang-terangan. Aparat keamanan sertaperangkat penegak hukum lainnya terlihat masih lamban dalam mengatasi kasus-kasuspembajakan. Kebanyakan kasus diantaranya hanya diberi hukum percobaan. Pada halmenurut undang-undang setiap pembajak akan diberi hukuman 7 bulan penjara sertadenda 100 juta. Tidak jauh berbeda dengan kedua elemen di atas para pencipta lagupun banyak yang tidak paham dan mengerti dengan hak yang dimilikinya. Contoh diJepang royalty atas karya Gesang dari tahun 1950 sampai 1974 saja sudah terkumpulsebanyak 500 US dollar, tapi itu tidak bisa diambil karena Gesang tidak tercatat sebagaianggota asosiasi tersebut. Contoh konkrit lain adalah royalti lagu Lilin-Lilin Kecil yangmenjadi lagu abadi hingga kini sejak dipopulerkan Chrisye pada 1977 yang diciptakanoleh James F. Sondah. Pendapatan royalti yang diperoleh dari lagu tersebut ternyatahanya Rp 35 ribu. Selanjutnya lagu Api Asmara milik Ali Yahya, saat pertama lagu itu dipublikasikan, Yahya hanya disodori secarik surat perjanjian Rp 15 ribu untuk sekalimerekam lagu ciptaannya.
Langkah-langkah yang telah dilakukan, khususnya menyangkut hukum HAKI,berkaitan erat dengan pemahaman bahwa perdagangan, industri dan investasi tidakbisa dilepaskan dengan HAKI. Kebutuhan nasional untuk dapat mengakses ke pasar internasional bagi produk yang dihasilkan memiliki arti yang sangat penting danstrategis. Hal ini selain berhubungan dengan tuntutan globalisasi, juga kebutuhannasional untuk memperluas dan memperbesar pendapatan ekspor, terutama di sektor non-migas. Masalah yang kita hadapi dalam rangka pembentukan sistem hukum HAKIadalah masalah kesadaran hukum HAKI sebagai perwujudan budaya hukum. Budayahukum yang ada dalam masyarakat kita kurang mendukung, dan inilah yang perlumendapat perhatian.
Dalam masyarakat masih sering beredar barang-barang bermerek palsu, danironisnya barang tersebut laku dipasaran yang sebetulnya ini merugikan konsumen darisegi kualitas barang. Disamping itu, juga berkonsekuensi Indonesia ditempatkansebagai kelompok negara ´priority watch list´. Bagi para pengusaha, khususnyapengusaha kecil dan menengah tidak mendaftarkan merek produk ataupun jasanya,karena selain kesadaran ekonomisnya lemah, juga biaya pendaftaran dianggap masihmahal. Disamping merek, produk-produk dari hasil karya seni juga tidak didaftarkan hakciptanya.

Penutup
Ketika menghadapi badai krisis ekonomi, HaKI terbukti dapat menjadi salah satupayung pelindung bagi para tenaga kerja yang memang benar-benar kreatif daninovatif. Lebih dari itu, HaKI sesungguhnya dapat diberdayakan untuk mengurangikadar ketergantungan ekonomi pada luar negeri. Bagi Indonesia, menerima globalisasi dan mengakomodasi konsepsi perlindungan HaKI tidak lantas menihilkan kepentingannasional. Keberpihakan pada rakyat, tetap menjadi justifikasi dalam prinsip-prinsippengaturan dan rasionalitas perlindungan berbagai bidang HaKI di tingkat nasional.Namun, semua itu harus tetap berada pada koridor hukum dan norma-normainternasional. Dengan adanya sistem yang demikian menunjukkan bahwasanya HaKIpada dasarnya bukanlah satu sistem monopoli kapitalis, akan tetapi ketika di telaahlebih jauh sistem HKI adalah satu sistem yang bisa saja bernuansa sosial dengan tetapmengusung pada semangat awal munculnya HKI yakni memberikan perlindungan ataside pencipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar