Minggu, 03 Juni 2012

Review Jurnal HAKI


Nama Kelompok :         Elin Eliani (22210333)
                                    Galih Pangestu (22210924)
                                    Harry Farhan (23210157)
                                    Saepudin (26210320)
                                    Tiara Lenggogeni (26210888)

I. ABSTRAK

HKI adalah hak yang timbul sebagai akibat dari manusia karya tindakan kreatif menghasilkan inovatif yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia. Sebagai hak eksklusif, perlindungan Hak Kekayaan Intelektual pada mulanya merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh Negara bagian ide atau hasil karya warga negaranya, dan karena itu hak atas Kekayaan Intelektual adalah kenegaraan fundamental teritorial. Pengakuan Hak Kekayaan Intelektual perlindungan di sebuah Negara tidak berarti perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Negara lain. Pelaksanaan ketentuan mengenai Hak Kekayaan Intelektual telah dilaksanakan tetapi belum maksimal hal ini disebabkan karena persepsi masyarakat yang beragam di satu sisi banyak yang menganggap HKI belum diperlukan karena akan membatasi seseorang untuk berbuat baik kepada sesama manusia, tetapi ada juga orang yang sudah mulai menyadari pentingnya HKI sehingga berusaha melindungi HKI dalam hal ini adalah Hak Cipta dan Merek Dagang Hak. Namun dalam pelaksanaan HKI ada juga kendala yang menyertai system pemasaran yang belum baik, sering mengubah-ubah bahwa motif serta modal terbatas dan sumber daya manusia.


II. PENDAHULUAN
Globalisasi ekonomi tidak pelak lagi telah masuk dalam kehidupan NasionalIndonesia. Hal ini akan menimbulkan kolonialisasi ekonomi dengan konsentrasi padakekuatan korporasi internasional, oleh karena itu hukum diharapkan mampumengakomodasi untuk memperkuat perekonomian nasional untuk mengakses pasar internasional.
Akhir akhir ini sedang berlangsung terjadinya perubahan-perubahan yang sangatcepat, sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia sudah tidaklagi perlu menyelesaikan suatu pekerjaan secara manual, melainkan sudahmemanfaatkan teknologi canggih yang serba otomatis. Jarak maupun waktu bukan lagisuatu masalah baik itu jauh maupun lama. Oleh karena itu, ini menandakan perubahanbaru dari era industri menuju era baru yaitu era informasi.
Globalisasi pada awalnya bermula pada perubahan dan perkembangan dibidang ekonomi untuk mewujudkan tata ekonomi antar bangsa yang adil dan sejahterauntuk sebagian besar masyarakat dunia.Globalisasi mengandung makna yang dalamdan terjadi di segala aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial budaya, IPTEK,dan sebagainya. Dalam dunia bisnis misalnya, globalisasi, tidak hanya sekedar berdagang di seluruh dunia dengan cara baru, yang menjaga keseimbangan antarakualitas global hasil produksi dengan kebutuhan khas yang bersifat lokal darikonsumen. Cara baru ini dipengaruhi oleh saling ketergantungan antar bangsa yangsemakin meningkat, berlakunya standar-standar dan kualitas baku internasional,meningkatan peran swasta dalam bentuk korporasi internasional, melemahnya ikatan-ikatan nasional di bidang ekonomi, peranan informasi sebagai kekuatan meningkat.


Ekspansi perdagangan dunia dan juga dilakukannya rasionalisasi tarif tercakupdalam GATT (the General Agreement on Tariff and Trade). GATT sebenarnyamerupakan kontrak kerja antar partner dagang untuk tidak memperlakukan secaradiskriminatif, proteksionis atas dasar ´’law of the jungle’´ dalam perdagangan dunia.Salah satu hasil perundingan GATT adalah TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade in Counterfeit Goods). Yang bertujuan :
a. Meningkatkan perlindungan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)dari produk-produk yang diperdagangkan.
b. Menjamin prosedur pelaksanaan HAKI yang tidak menghambat kegiatanperdagangan.
c. Merumuskan aturan serta disiplin mengenai pelaksanaan perlindunganterhadap HAKI.
d. Mengembangkan prinsip aturan dan mekanisme kerjasama internasionaluntuk menangani perdagangan barang-barang hasil pemalsuan ataupembajakan HAKI.
Globalisasi menimbulkan dampak bagi Negara Republik Indonesia secarakhususnya dan bagi negara berkembang pada umumnya. Pembangunan yangdilaksanakan mau tidak mau harus memperhitungkan aspek aspek global tersebut.Dalam hal ini termasuk dalam pengembangan hukum, instrumen-instrumen hukuminternasional dan pandangan-pandangan yang bersifat global perlu memperoleh tempatdalam pemikiran hukum nasional.
Proses globalisasi menimbulkan tolok ukur utama hubungan antar bangsa yaituperihaleconomic oriented yakni keuntungan atau hasil nyata apa yang dapat diperolehdari adanya hubungan tersebut. Pengaruh luar dapat cepat sekali masuk ke Indonesiasebagai implikasi terciptanya sistem ekonomi yang terbuka. Salah satu aspek darisistem ekonomi adalah pada produk yang pemasarannya tidak lagi terbatas pada skalanasional tetapi juga internasional. Hal ini berakibat pada kompetisi standar kualitas danpersaingan yang fair, serta terhindarnya produk industri palsu, berdasarkan padakesepakatan-kesepakatan dunia internasional.
Dalam keletihan mengatasi deraan krisis ekonomi, hak atas kekayaan intelektual(HaKI) kembali digugat perannya dalam proses pemulihan dan pemberdayaan ekonomirakyat. Sejauh ini, HaKI memang mempunyai insentif strategis untuk mendorongpertumbuhan ekonomi meski juga berkarakter monopoli yang mengundang resistensiGlobalisasi saat ini telah menciptakan aspek aspek dalam bentuk formatinterdependensi. Demikian pula rezim HaKI yang sarat dengan tatanan regulasi. Dalamkegiatan ekonomi dan perdagangan, HaKI telah sedemikian terkait dengan artikulasipasar global. Pasar bebas yang mestinya steril dari berbagai intervensi, nyatanyamemiliki kalkulasi sendiri. Ia terbukti tidak sepi dari kepentingan politik. Sanksi ekonomi,dan embargo adalah sebagian contoh hukuman bagi tindak pencederaan terhadapHaKI.Dalam memasuki pasar internasional, maka perlindungan dibidang HAKI tidakbisa ditawar-tawar lagi, sebab perlindungan HAKI ini sebenarnya bagaikan keping matauang yang memiliki dua sisi. Sisi pertama sebagai penopang pertumbuhan ekonominasional, sedangkan sisi yang lain akan memberikan kepercayaan internasional,khususnya kepercayaan para investor terhadap iklim di Indonesia yang mampumelindungi bidang HaKI. Sebab jika ´’law enforcement ‘´ dibidang HaKI tidak mendapatprioritas tentunya barang-barang berkualitas akan enggan masuk pasar dalam negeri. ApalagiUnited State Trade Representative(Amerika Serikat) menempatkan Indonesiapada posisi ´priority watch list ´.
III. PEMBAHASAN
Peranan HaKI di Indonesia
Betapapun HaKI adalah konsep hukum yang netral. Namun, sebagai pranata,HaKI juga memiliki misi. Di antaranya, menjamin perlindungan terhadap kepentinganmoral dan ekonomi pemiliknya. Bagi Indonesia, pengembangan sistem HaKI telah diarahkan untuk menjadi pagar, penuntun dan sekaligus rambu bagi aktivitas industridan lalu lintas perdagangan. Dalam skala ekonomi makro, HaKI dirancang untukmemberi energi dan motivasi kepada masyarakat untuk lebih mampu menggerakkanseluruh potensi ekonomi yang dimiliki.
HaKI berkaitan dengan produk. Suatu produk pada hakikatnya merupakan karyaseni atau sastra atau karya tulisan termasuk karya ilmiah yang pada dasarnyamerupakan karya intelektual yang dilindungi hak cipta (sebagai bagian dari HaKI), dandiperdagangkan secara global, pada gilirannya akan memerlukan pula perlindunganhukum yang efektif dari segala tindak pelanggaran. Demikian pula halnya denganproduk industri atau manufaktur lainnya. Keterlibatan pilihan teknologi (termasukteknologi proses) baik yang dipatenkan maupun yang berupa rahasia dagang, yangberlangsung sejak tahap perencanaan dan berlanjut hingga tahap pembuatannya,ataupun penggunaan merek pada saat produk yang bersangkutan dipasarkan,menunjukkan keterlibatan HaKI sejak awal hingga akhir produksi. Dapat dikatakan HaKItelah hadir sejak awal produksi hingga saat pemasarannya. Karenanya, memang tidakberlebihan untuk mengatakan bahwa globalisasi produk pada akhirnya juga berartiglobalisasi HaKI.
Pada proses selanjutnya seiring dengan meningkatnya kreatifitas masyarakatdan dipengaruhi oleh teori ekonomi pasar dari Adam Smith, muncul konsep hak ataskepemilikkan atas karya intelektual. Konsep ini kemudian di Undang-Undangkan.Penjaminan atas hasil karya intelektual ini dimaksudkan untuk merangsangpertumbuhan kreatifitas, menjamin kepemilikan suatu hasil kreatifitas serta menjadikanhasil kreatifitas intelektual memiliki nilai pasar dalam artian ekonomis tersendiri.Problem yang timbul dari tatanan ini adalah, pelaksanaan UU paten dan copyright telahmembuka jurang yang lebar antara si kaya dan si miskin atau antara negara kayadengan negarta miskin serta kecenderungan munculnya perilaku monopoli olehsekelompok orang atau kelompok tertentu.
Di bidang merek, HaKI tegas menolak monopoli pemilikan dan penggunaanmerek yang miskin reputasi. Merek serupa itu bebas digunakan dan didaftarkan oranglain sepanjang untuk komoditas dagang yang tidak sejenis. HaKI hanya memberiotoritas monopoli yang lebih ketat pada merek yang sudah menjadi tanda dagang yangterkenal. Di luar itu, masyarakat bebas menggunakan sepanjang sesuai dengan aturan.Yang pasti, permintaan pendaftaran merek ditolak bila didasari iktikad tidak baik.
Memasuki tahun 2000 HaKI telah bergulir secara resmi dalam koridor globalisasi,artinya pengakuan hukum disatu negara secara konseptual tidak berbeda dari yang adadi negara lain. Begitu juga dengan ruang lingkup HaKI mengalami perkembangan, HaKItidak lagi hanya mengurusi hak atas cipta, paten dan merek tapi sekarang telah meliputihak atas desain industri, tata letak sirkuit terpadu dan rahasia dagang. Hal ini sejalandengan penataan HaKI dalam wadah World Trade Organization( WTO ), yangdidalamnya juga terlampir  Agreement ontrade Related of Intelectual Property ( TRIPs ) .Kenyataan ini yang nantinya mendorong untuk perlu melakukan ratifikasi terhadapperundang-undangan HaKI (UU hak cipta, UU paten dan merek) di Indonesia.
Sejalan dengan itu, pemerintah Indonesia terus mengambil langkah gunameningkatkan perlindungan hukum, dan pembinaan di bidang HKI. Sejak tahun 2000Pemerintah Indonesia telah menerbitkan dan merevisi peraturan hukum di bidang HKIuntuk disesuaikan dengan kesepakatan TRIPs, antara lain: UU No. 29 Tahun 2000tentang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT), UU No. 30 Tahun 2000 tentangRahasia Dagang, UU No. 31 tentang Desain Industri, UU No. 32 tentang Desain TataLetak Sirkuit Terpadu (DTLST), UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No. 15Tahun 2001 tentang Merek, UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Melihat perkembangan sistem perundang-undangan HaKI di Indonesia, A.Zenmenjelaskan bahwa undang-undang HaKI merujuk pada peran HakI sebagaipendukung kegiatan untuk menghasilkan karya-karya intelektual. Hal ini dapat terlihatnyata pada implementasi UU No 6 tahun 1989 tentang hak paten, UU No 13 tahun1997 yang memberi perlindungan hukum yang semakin efektif terhadap perkembangankegiatan penelitian dan pengembangan teknologi atau UU No 19 tahun 1992 dalamkaitannya dengan merek. Sebagai sebuah perundang-undangan, UU HaKI mengatur tentang ruang lingkup karya intelektual ( hak dan kewajiban ), tata cara mendapatkanHaKI termasuk pendaftaran HaKI secara internasional, jangka waktu perlindungan sertaprosedur pemeriksaan. Terobosan baru yang juga dilakukan adalah tersedianya paten sederhana bagi hasil karya kreatif yang tidak berteknologi tinggi. Untuk patensederhana ini persyaratannya lebih ringan dan jangka waktu perlindungan juga tidakbegitu lama. Hal ini dikarenakan masih lemahnya pemahaman HaKI, sejalan denganbukti bahwa masyarakat kita masih belum menghargai HaKI, contohnya adalahpersoalan peniruan merek. Sesungguhnya memang kurang fair menuntut masyarakatmemahami sendiri aturan HaKI tanpa bimbingan yang memadai. Sebagai konsephukum baru yang padat dengan teori lintas ilmu, HaKI memiliki kendala klasik untukdapat dimengerti dan dipahami. Selain sistem edukasi yang kurang terakomodasi di jenjang perguruan tinggi, HaKI hanya menjadi wacana yang sangat terbatas karenakurangnya sosialisasi.
HaKI sebagai suatu sistem perlindungan ide bagi dunia usaha
Philipus M. Hadjon menyebutkan bahwa pada dasarnya perlindungan hukummeliputi dua hal. Yakni perlindungan hukum pereventif dan perlindungan hukumrepresif. Perlindungan hukum preventif meliputi tindakan yang menuju kepada upayapencegahan terjadinya sengketa sedangkan perlindungan represif maksudnya adalah perlindungan yang arahnya lebih kepada upaya untuk menyelesaikan sengketa, seperticontohnya adalah penyelesaian sengketa di pengadilan.
HaKI sebagai satu sistem perlindungan hukum juga mempunyai kedua jenisperlindungan sebagaimana yang diungkapkan oleh Hadjon. HaKI mengenal adanyasistem pendaftaran yang cenderung kepada perlindungan hukum secara preventif dansistem pidana untuk perlindungan secara represif, mengingat memang pidana padaasasnya adalah satu tindakan terakhir untuk menegakkan hukum.HaKI memberikan pencipta dua hak ekslusif yaitu hak moral dan hak ekonomi;hak moral adalah hak hak yang melindungi kepentingan pribadi sang pencipta sehinggamemberikan pencipta hak untuk tetap disebut pencipta karya tersebut. Sedangkan,Hak ekonomi adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas kekayaanintelektual.
Kasus yang sering terjadi adalah harga produk HKI cenderung sangat mahal. Halini dikarenakan terkadang pencipta tidak hanya mengambil hak ekonominya akan tetapimelipat gandakan apa yang menjadi haknya. Padahal bisa saja untuk menjadikanbarang tersebut murah pencipta atau penemu melepas hak ekonominya tersebutsehingga bisa jadi harga dari produk HaKI menjadi lebih terjangkau. Akan tetapimelepaskan hak ekonomi dikalangan pencipta atau penemu tampaknya masih sangat jarang.
Dunia usaha saat pada masa globalisasi sekarang ini menghadapi banyak tantanganseiring cepatnya perubahan perubahan dalam teknologi dan banyaknya kreasi atau ide yang tercipta dari tenaga kerja yang kreatif. Hal ini menimbulkan pertanyaan akanpentingnya HaKI dalam tiap tiap bidang industri.
HaKI dalam Industri perangkat lunak
Disini terdapat perbedaan antara hak paten dengan copyright dalam konteksindustri perangkat lunak. Hak paten terletak pada algoritma, sedangkan penerapan darialgoritma adalah copyright . Oleh karena itu algoritma dapat dipatenkan sedangkanpenerapan dari algoritma (copyright ) tidak bisa. Sebagai contoh pengembangan padamicrosoft, microsoft tidak dapat disebut copyright tapi berhak atas paten.Kerumitan menetapkan suatu hasil karya pada industri perangkat lunak iniberhak memiliki copyright atau tidak sejalan dengan cepat dan panjangnya prosespengembangan pada industri perangkat lunak itu sendiri. Akibatnya copyright seringdipertentangkan dan ketika memasuki proses hukum kembali terganjal kepada prosesitu kembali. Oleh karena itu perlindungan hukum dalam industri perangkat lunak yangdinaungi oleh UU No 19 Tahun 2002 tentang hak cipta (copyright ) dan UU No.14 tahun2001 tentang paten masih tumpang tindih. Hal ini dikarenakan, algoritma sebuahperangkat lunak yang menjadi mesin dari sebuah perangkat lunak masih dapat dibajakdan dibuat kembali dengan mudah tanpa bisa dilacak (reverse engineering ). Untukmenjelaskan perkembangan industri perangkat lunak di Indonesia terlihat masihterfokus pada proses aplikasi atau integrasi. Pengembangan itu sendiri masih banyakmengabaikan HaKI. Persoalannya disini adalah UU HaKI masih banyak berpihak padadan menguntungkan orang lain.
HaKI dalam Industri Farmasi
Industri farmasi di Indonesia pada era globalisasi terdiri dari sebagian besar merupakan industri manufaktur farmasi yang berorientasi pada formula obat jadi, danuntuk kebutuhan tersebut masih tergantung pada bahan baku impor. Lemahnya industripengembangan farmasi di Indonesia disebabkan oleh tingginya biaya untuk melakukan penelitian. Adapun peluang untuk bersaing dengan pihak luar yang memang padatmodal adalah pada pengembangan obat tradisional yang bahan bakunya tersedia diIndonesia. Dilihat dari sisi perspektif perlindungan hukum HaKI tampaknya masihberjalan kurang baik dikarenakan situasi industri farmasi Indonesia saja yang masihmenggantungkan obat obatan dari luar negeri. Lebih jauh lagi tampaknya, perlindunganHaKI terhadap obat-obatan luar negeri masih lemah dengan banyaknya obat obatanpalsu yang beredar di masyarakat.Contoh kasusnya adalah, Tempe yang secaratradisional adalah produk asli Indonesia, namun paten tempe telah dilakukan di Jepang(Masuki Tokuda, Kyoso Hiroya, Nishi dan Inoue) untuk kepentingan obat dan kosmetik.
HaKI dalam industri musik
Keberadaan HaKI dengan segala perangkat perundang-undangannya merupkansesuatu yang ditungu-tunggu dalam industri musik dan berharap perlu didukung olehsemua pihak. Akan tetapi, sebaliknya, perlindungan hukum terhadap hasil karyapemusik masih lemah. Masyarakat lebih bangga membeli kaset banjakan dibandingkanyang original, dan memang harganya lebih murah. Perdagangan kaset bajakanbelakangan ini justru semakin banyak dan terang-terangan. Aparat keamanan sertaperangkat penegak hukum lainnya terlihat masih lamban dalam mengatasi kasus-kasuspembajakan. Kebanyakan kasus diantaranya hanya diberi hukum percobaan. Pada halmenurut undang-undang setiap pembajak akan diberi hukuman 7 bulan penjara sertadenda 100 juta. Tidak jauh berbeda dengan kedua elemen di atas para pencipta lagupun banyak yang tidak paham dan mengerti dengan hak yang dimilikinya. Contoh diJepang royalty atas karya Gesang dari tahun 1950 sampai 1974 saja sudah terkumpulsebanyak 500 US dollar, tapi itu tidak bisa diambil karena Gesang tidak tercatat sebagaianggota asosiasi tersebut. Contoh konkrit lain adalah royalti lagu Lilin-Lilin Kecil yangmenjadi lagu abadi hingga kini sejak dipopulerkan Chrisye pada 1977 yang diciptakanoleh James F. Sondah. Pendapatan royalti yang diperoleh dari lagu tersebut ternyatahanya Rp 35 ribu. Selanjutnya lagu Api Asmara milik Ali Yahya, saat pertama lagu itu dipublikasikan, Yahya hanya disodori secarik surat perjanjian Rp 15 ribu untuk sekalimerekam lagu ciptaannya.
Langkah-langkah yang telah dilakukan, khususnya menyangkut hukum HAKI,berkaitan erat dengan pemahaman bahwa perdagangan, industri dan investasi tidakbisa dilepaskan dengan HAKI. Kebutuhan nasional untuk dapat mengakses ke pasar internasional bagi produk yang dihasilkan memiliki arti yang sangat penting danstrategis. Hal ini selain berhubungan dengan tuntutan globalisasi, juga kebutuhannasional untuk memperluas dan memperbesar pendapatan ekspor, terutama di sektor non-migas. Masalah yang kita hadapi dalam rangka pembentukan sistem hukum HAKIadalah masalah kesadaran hukum HAKI sebagai perwujudan budaya hukum. Budayahukum yang ada dalam masyarakat kita kurang mendukung, dan inilah yang perlumendapat perhatian.
Dalam masyarakat masih sering beredar barang-barang bermerek palsu, danironisnya barang tersebut laku dipasaran yang sebetulnya ini merugikan konsumen darisegi kualitas barang. Disamping itu, juga berkonsekuensi Indonesia ditempatkansebagai kelompok negara ´priority watch list´. Bagi para pengusaha, khususnyapengusaha kecil dan menengah tidak mendaftarkan merek produk ataupun jasanya,karena selain kesadaran ekonomisnya lemah, juga biaya pendaftaran dianggap masihmahal. Disamping merek, produk-produk dari hasil karya seni juga tidak didaftarkan hakciptanya.

Penutup
Ketika menghadapi badai krisis ekonomi, HaKI terbukti dapat menjadi salah satupayung pelindung bagi para tenaga kerja yang memang benar-benar kreatif daninovatif. Lebih dari itu, HaKI sesungguhnya dapat diberdayakan untuk mengurangikadar ketergantungan ekonomi pada luar negeri. Bagi Indonesia, menerima globalisasi dan mengakomodasi konsepsi perlindungan HaKI tidak lantas menihilkan kepentingannasional. Keberpihakan pada rakyat, tetap menjadi justifikasi dalam prinsip-prinsippengaturan dan rasionalitas perlindungan berbagai bidang HaKI di tingkat nasional.Namun, semua itu harus tetap berada pada koridor hukum dan norma-normainternasional. Dengan adanya sistem yang demikian menunjukkan bahwasanya HaKIpada dasarnya bukanlah satu sistem monopoli kapitalis, akan tetapi ketika di telaahlebih jauh sistem HKI adalah satu sistem yang bisa saja bernuansa sosial dengan tetapmengusung pada semangat awal munculnya HKI yakni memberikan perlindungan ataside pencipta.

Review Jurnal Hukum Dagang


Nama Kelompok :         Elin Eliani (22210333)
                                    Galih Pangestu (22210924)
                                    Harry Farhan (23210157)
                                    Saepudin (26210320)
                                    Tiara Lenggogeni (26210888)


JURNAL HUKUM PEMBATALAN PENDAFTARAN MEREK TERHADAP HAK PENERIMA LISENSI MEREK MENURUT UU NO. 15 TAHUN 2001
I. Abstrak
Globalisasi perdagangan telah membuat merek dagang menjadi sangat penting. sebuah merek dagang adalah tanda yang berfungsi sebagai dibedakan dari orang lain, jaminan kualitas dan sumber asal. Pemilik merek dagang terdafatar memiliki hak eksklusif untuk menggunakan merek dagang dalam jangka waktu tertentu atau membarikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Izin kepada pihak lain atau lisensi, harus diberikan melalui surat persetujuan untuk izin untuk menggunakan (tidak mengalihkan kepemilikan) untuk jangka waktu tertentu. Pendaftaran merek dagang dalam daftar umum merek dagang dapat dibatalkan atas permintaan dengan argumen bahwa merek dagang memiliki kesamaan dasar dengan merek dagang terdaftar sebelumnya, atau pendaftaran itu dibuat untuk maksud kejam. Pembatalan hasil pendaftaran merek dagang penghentian perjanjian lisensi merek dagang, namun penerima lisensi dapat berhak sampai selesainya masa perjanjian.

Keywords : hak eksklusif, perjanjian lisensi, pemegang lisensi.

II. Pendahuluan
Pengaruh globalisasi di segala bidang kehidupan masyarakat, baik dibidang sosial, ekonomi, maupun budaya semakin mendorong laj perkembangan perekonomian masyarakat. Di samping itu, dengan semakin meningkatnya Perkembangan TI dan Sarana Transportasi telah menjadikan kegiatan disektor perdagangan barang maupun jasa meningkat secara pesat. Kecenderungan meningkatnya arus perdagangan barang dan jasa tersebut akan terus berlangsung sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin baik. Beberapa negara semakin mengandalkan kegiatan ekonomi dan perdagangannya pada produk-produk yang dihasilkan atas dasar kemampuan intelektual manusia.
Dalam era perdagangan global, peranan merek menjadi penting terutama untuk menjaga persaingan bisnis yang sehat. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Tidak semua tanda dapat didaftar sebagai merek. Hanya tanda-tanda yang memenuhi syarat yang dapat didaftar sebagai merek, seperti mempunyai daya pemebeda; tanda tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umu; bukan tanda bersifat umum dan tidak menjadi milik umum; atau bukan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya; tanda tersebut juga tidak mempunyai persamaan dengan merek lain yang terdaftar terlebih dahulu.
Fungsi Merek adalah sebagai tanda pengenal untuk membedakan produk perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya, sarana promosi dagang, jaminan atas mutu barang atau jasa, dan penunjuk asal barang atau jasa yang di hasilkan,
Pasal 3 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan bahwa Hak Merek adalah hak eksklusif yang di berikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dangan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Hak Merek diberikan oleh Negara karena Hak Merek tidak lahir scara otomatis seperti halnya Hak Cipta. Hak Merek lahir karena pendaftara. Perlindungan hukum merek hanya akan berlangsung apabila hal tersebut dimintakan pendaftaran, karena pendafataran adalah mutlak. Tanpa ada pendaftaran tidak ada hak merek dan juga perlindungan. Pemilik merek terdaftar dapat menggunakan sendiri mereknya untuk jangka waktu 10 tahun dan jangka waktu perlindungan tersebut dapat diperpanjang kembali.
Hak Merek juga dapat di alihkan haknya dengan cara pewarisan, wasiat, hibah, perjanjian, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Selain itu Pemilik merek terdaftar dapat memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakan hak mereknya. Pemeberian izin inilah yang di sebut Lisensi.

III. Pembahasan
Lisensi Merek
Pengertian Lisensi menurut Pasal 1 angka 13 UU Merek adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan Pengalihan Hak) untuk menggunakan merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
Secara harfiah lisensi mengandung arti sebagai suat ijin (hak atau wewenang) yang diberikan oleh pihak yang berwenang atau pihak yang berhak kepada pihak lain untuk melakukan suatu perbuatan atau berbagai macam perbuatan hukum atas sebidang tanah yang bukan miliknya. Perbuatan-perbuatan hukum tersebut apabila dilakukan tanpa ijin dari si pemilik hak merupakan suau perbuatan yang tidak sah (illegal), perbuatan yang salah atau pelanggaran (trespass), perbuatan yang menimbulkan kerugian (tort) atau perbuatan-perbuatan lain yang termasuk dalam kategori perbuatan yang tidak diperbolehkan (not be allowed).
Banyak pertimbangan yang dipakai untuk pembuatan perjanjian lisensi seperti :
Lisensi menambah sumber daya pengusaha pemberi lisensi secara tidak langsung ;
Lisensi memungkinkan perluasan wilayah usaha secara tidak terbatas ;
Lisensi memperluas pasar ;
Lisensi mempercepat proses pengembanagn usaha bagi industri padat modal ;
Penyebaran produk lebih mudah
Dapat mengurangi tingkat kompetisi hingga pada suatu batas tertentu
Pihak pemebri dan penerima lisensi dapat melakukan trade off (barter) teknologi
Pemberi lisensi memungkinkan pemberi lisensi untuk sampai pada batas tertentu melakukan kontrol atas pengelolaan kegiatan usaha yang dilisensikan.
Pasal 43 ayat (1) UU Merek  menyebutkan bahwa pemilik merek terdaftar berhak memberikan lisensi kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa penerima lisensi akan menggunakan merek tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa. Lahirnya hubungan hukum para pihak dalam pemberian lisensi harus dituangkan dalam perjanjian. Perjanjian tersebut tunduk spenuhnya pada hukum perjanjian yang terdapat dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Hubungan hukum yang timbul karena perjanjian lisensi demikian penting, maka sebaiknya perjanjian ini dibuat dalam bentuk akta otentik. Ada beberapa hal yang harus dimuat dalam perjanjian lisensi, yakni :
Nama dan alamat para pihak yang mengadakan perjanjian lisensi
Merek dan nomor pendaftaran
Ketentuan mengenai :
Jangka waktu perjanjian lisensi
Dapat atau tidaknya jangka waktu perjanjian lisensi di perpanjang
Penggunaan mereknya untuk seluruh atau sebagian jenis barang atau jasa yang termasuk dalam satu kelas
Jumlah royalty dan tata cara pembayarannya
Dapat atau tidaknya penerima lisensi memberikan lisensi lanjut kepada pihak ketiga
Kewajiban pemberi lisensi untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap mutu barang yang di produksi dan di perdagangkan
Batas wilayah berlakunya perjanjian lisensi, apabila di perjanjikan
Penting untuk diperhatikan agar perjanjian lisensi dapat berjalan dengan baik adalah pengaturan mengenai hak dan kewajiban licensor  dan  licensee secara rinci. Hak dan kewajiban pemberi lisensi adalah :
Menerima pembayar royalty sesuai dengan perjanjian
Menuntut pembatalan lisensi merek
Menjamin penggunaan merek dari cacat hukum atau gugatan dari pihak ketiga
Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap mutu barang atau jasa hasil produksi penerima lisensi
Meminta persetujuan kepada penerima lisensi
Pembatalan perjanjian lisensi merek
Sedangkan hak dan kewajiban penerima lisensi adalah :
Menggunakan merek yang dilisensikan sesuai jangka waktu
Menuntut pembayaran kembali royalty yang telah dibayarkan penerima lisensi kepada pemilik merek
Memberi lisensi lebih lanjut kepda pihak ketiga
Menuntut pembatalan lisensi merek
Membayar royalty sesuai perjanjian
Meminta pencatatan perjanjian lisensi kepada Kantor Merek
Menjaga mutu barang atau jasa hasil produksinya sesuai dengan standar mutu barang atau jasa atas merek yang dilisensikan.
Pembatalan Pendaftaran Merek
Pembatalan pendaftaran hak merek hanya dapat di ajukan oleh pihak yang berkepentingan atau oleh pihak merek, baik dalam bentuk permohonan kepada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual atau gugatan kepada pengadilan Niaga, dengan dasar alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, atau Pasal 6 UU Merek yang mengatur mengenai merek yang tidak dapat di daftarakan dan merek yang tidak dapat di daftarkan dan merek yang ditolak pendaftarannya.

Akibat Pembatalan Pendaftaran Merek terhadap Hak Penerima Lisensi Merek
Pembatalan pendaftaran merek akan berakibat berakhirnya perjanjian lisensi yang dibuat . walaupun demikian hak penerima masih di lindungi, hal ini dapat dilihat dalam pas 48 UU Merek yang menentukan sebagai berikut :
Penerima lisensi yang beritikad baik, tetapi kemudian Merek itu dibatalkan atas dasar adanya persamaan pada pokok atau keseluruhannya dengan Merek lain yang terdaftar, tetap berhak melaksanakan perjanjian  lisensi tersebut sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian lisensi
Penerima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lagi wajib meneruskan pembayaran royalty kepada pemberi lisensi yang dibatalkan, melainkan wajib melaksanakan pembayarn royalty kepada pemilik merek yang dibatalkan
Dalam hal pemberi Lisensi sudah terlebih dahulu menerima royalty secara sekaligus dari penerima Lisensi,  pemberi Lisensi tersebut wajib menyerahkan bagian dari royalti yang diterimanya kepada pemilik Merek yang tidak di batalkan, yang besarnya sebanding dengan sisa jangka waktu perjanjian Lisensi.
Apabila dalam pelaksanaan perjanjian lisensi tersebut terjadi gugatan pembatalan terhadap kepemilikan merek yang ditujukan kepada pemilik merek sekaligus pemberi lisensi merek, maka kedudukan dari pihak penerima lisensi merek tidak akan terpengaruh oleh putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap terhadap sengketa gugatan merek tersebut. Apabila kedudukan pemberi lisensi merek sebagai pemilik merek dibatalkan melalui putusan hakim pengadilan niaga yang berkekuatan hukum tetap, maka pihak penerima lisensi merek akan tetap dapat melaksanakan perjanjian lisensi tersebut dan dengan persyaratan bahwa pembayaran royalti pada periode selanjutnya akan dilanjutkan kepada pihak yang dinyatakan sebagai pemilik merek yang sah.

IV. Kesimpulan
Pembatal Pendaftaran Merek berakibat berakhirnya perjanjian lisensi merek, akan tetapi pembataln pendaftaran merek tidak berakibat hapusnya hak penerima lisensi merek. Pasal 48 UU Merek memberikan perlindungan terhadap hak penerima lisensi merek yang beritikad baik yang mencatatkan perjanjian lisensi yang dibuatnya pada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual. Penerimaan lisensi merek tersebut teteap berhak melaksanakan perjanjian Lisensi sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian lisensi.

Agus Mardianto
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Jawa Tengah
E-mail : agusmardianto39@yahoo.co.id

Sumber :
http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/fileku/dokumen/JDHvol112011/VOL11S2011%20AGUS%20MARDIANTO.pdf

Hukum Perjanjian


Disusun Oleh :
Elin Eliani (22210333)
Galih Pangestu (22210924)
Harry Farhan (23210157)
Saepudin (26210320)
Tiara Lenggogeni (26210888)
Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya no. 100, Depok

Bab I Pendahuluan

Hukum perjanjian sering diartikan sama dengan hokum perikatan. Hal ini berdasarkan konsep dan batasan definisi pada kata perjanjian dan perikatan. Pada dasarnya hokum perjanjian dilakukan apabila dalam sebuah peristiwa seseorang mengikrarkan janji kepada pihak lain atau terdapat dua pihak yang saling berjanji satu sama lain untuk melakukan suatu hal.

Sedangkan, hukum perikatan dilakukan apabila dua pihak melakukan suatu hubungan hukum, hubungan ini memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memerikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memberikan tunttan atau memenuhi tuntutan tersebtu.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum perjanjian akan menimbulkan hukum perikatan. Artinya tidak aka nada kesepakatan yang mengikat seseorang jika tidak ada perjanjian tertentu yang disepakati oleh masing masing pihak.

Bab II Isi

A. Pengertian
      Perikatan:
      Suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
n  Perjanjian:
      Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

B.Hubungan antara Perikatan dengan perjanjian
       Perjanjian menerbitkan perikatan, perjanjian juga merupakan sumber perikatan
C. Asas Dalam Perjanjian
1.Asas Terbuka
n  Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar UU,  ketertiban umum dan kesusilaan.
n  Sistem terbuka, disimpulkan dalam pasal 1338 (1) : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya”
 2.Asas Konsensualitas
n  Pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Asas konsensualitas lazim disimpulkan dalam pasal 1320 KUH Perdata.
n  teori pernyataan
a. perjanjian lahir sejak para pihak mengeluarkan kehendaknya secara lisan. b.perjanjian lahir sejak para pihak mengeluarkan kehendaknya secara lisan dan tertulis. Sepakat yang diperlukan untuk melahirkan perjanjian dianggap telah tercapai, apabila pernyataan yang dikeluarkan oleh suatu pihak diterima oleh pihak lain.
n   Teori Penawaran bahwa perjanjian lahir pada detik diterimanya suatu penawaran (offerte). Apabila seseorang melakukan penawaran dan penawaran tersebut diterima oleh orang lain secara tertulis maka perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran menerima jawaban secara tertulis dari pihak lawannya.
n  Asas kepribadian suatu perjanjian diatur dalam pasal 1315 KUHPerdata, yang menjelaskan bahwa tidak ada seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri.
n  Suatu perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak yang membuatnya dan tidak mengikat orang lain (pihak ketiga).

D. Syarat – Syarat Syahnya Suatu Perjanjian
Ada 4 syarat yaitu : (pasal 1320 KUHPer)
n  Syarat Subyektif :
    - Sepakat untuk mengikatkan dirinya;
    - Cakap untuk membuat suatu perjanjian;
n  Syarat Obyektif  :
     - Mengenai suatu hal tertentu;
     - Suatu sebab yang halal.
Orang yang tidak cakap (ps.1330 KHUPerdata)
n  Orang –orang yang belum dewasa
n  Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
n  Mereka yang telah dinyatakan pailit;
n  Orang yang hilang ingatan.

E. Unsur dan Bagian Perjanjian
1. Unsur Perjanjian
   Aspek Kreditur atau disebut aspek aktif :
n  1). Hak kreditur untuk menuntut supaya pembayaran
n      dilaksanakan;
n  2). Hak kreditur untuk menguggat pelaksanaan
n       pembayaran
n  3). Hak kreditur untuk melaksanakan putusan hakim.
   Aspek debitur atau aspek pasif terdiri dari :
n  1). Kewajiban debitur untuk membayar utang;
n  2). Kewajiban debitur untuk bertanggung jawab
n       terhadap gugatan kreditur
n  3). Kewajiban debitur untuk membiarkan barang-
n       barangnya dikenakan sitaan eksekusi (haftung)
2.Bagian dari Perjanjian
n  Essensialia
       Bagian –bagian dari perjanjian yang tanpa bagian ini perjanjian tidak mungkin ada. Harga dan barang adalah essensialia bagi perjanjian jual beli.
n  Naturalia
       Bagian-bagian yang oleh UU ditetapkan sebagai peraturan-peraturan yang bersifat mengatur. Misalnya penanggungan.
n  Accidentalia
       Bagian-bagian yang oleh para pihak ditambahkan dalam perjanjian dimana UU tidak mengaturnya. Misalnya jual beli rumah beserta alat-alat rumah tangga.

F. Macam Perikatan
n  Bentuk yang paling sederhana:
n  Perikatan bersahaja atau perikatan murni.  apabila masing-masing pihak hanya satu orang dan  sesuatu yang dapat dituntut hanya berupa satu hal serta   penuntutanya. Ini dapat dilakukan seketika
n  Bentuk perikatan yang agak lebih rumit:
   
a. Perikatan bersyarat: suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi.
   1). Perikatan dengan syarat tangguh
        Perikatan lahir hanya apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi dan perikatan lahir pada detik terjadinya peristiwa itu.
   2). Perikatan dengan suatu syarat batal
        Suatu perikatan yang sudah lahir, justru berakhir atau batal apabila peristiwa yang di maksud itu terjadi.
b. Perikatan dengan ketetapan waktu
    Suatu ketepatan waktu tidak menangguhkan lahirnya suatu perjanjian atau perikatan suatu  perjanjian atau perikatan, melainkan hanya menanggungkan pelaksanaanya, ataupun menetapkan lama waktu berlakunya suatu perjanjian atau perikatan.
c. Perikatan mana suka (Alternatif)
    Suatu perikatan, dimana ada dua atau lebih macam prestasi sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan.
d. Perikatan tanggung menanggung
    Suatu perikatan dimana terdapat beberapa orang bersama-sama sebagai pihak debitur berhadapan dengan satu kreditur atau sebaliknya.Bila beberapa orang berada di pihak debitur maka tiap-  tiap debitur  itu dapat dituntut untuk memenuhi seluruh  utang. Sebaliknya bila beberapa orang berada dipihakkreditur, maka tiap-tiap kreditur berhak menuntutpembayaran seluruh utang.
e. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tak dapat
   dibagi;
  
Suatu perikatan, dapat atau tak dapat dibagi, adalah sekedar prosentasinya dapat dibagi menurut imbangan pembagian mana tidak boleh mengurangi hakekat prestasi itu.
n  Perikatan dengan ancaman hukuman
     Adalah: suatu perikatan dimana ditentukan bahwa siberutang, untuk jaminan pelaksanaan perikatanya, diwajibkan melakukan sesuatu apabila perikatanya tidak dipenuhi.
n  Tujuan  Sanksi/denda:
      1. Menjadi pendorong bagi si berutang supaya memenuhi kewajibanya.
      2. Untuk memberikan si perpiutang dari pembuktian tentang jumlahnya atau besarnya kerugian yang dideritanya.

Tidak Terlaksananya Perjanjian Wan Prestasi, Overmacht dan Resiko
Cidera Janji
n  Yaitu : Suatu keadaan tidak terlaksananya suatu perjanjian dikarenakan  kesalahan/kelalaian para pihak atau salah satu pihak.
Bentuk Wan prestasi/Cidera janji berupa:
n  Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukan
n  Melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi tidak sempurna
n  Malaksanakan apa yang dijanjikan tapi tidak tepat waktu
n  Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Akibat kelalaian  debitur
1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (Ganti Rugi ), menurut pasal 1243 KUHPerdata maka,
n  Biaya yaitu :  Segala pengeluaran atau perongkosan nyata-nyata telah dikeluarkan oleh satu pihak
n  Kerugian yi :  Kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang
             berakibat dari kelalaian debitur.
n  Bunga yaitu :  Kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayarkan oleh kreditur.
2. Pembatalan perjanjian
n  Menurut pasal 1266 KUH Per membawa kedua pihak kembali seperti keadaan semula sebelum perjanjian diadakan, jadi perjanjian ini ditiadakan.
3. Peralihan resiko
n  Menurut pasal 1460 KUH Per Resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang-barang yang terjadi obyek perjanjian.
4. Membayar biaya perkara
n  Menurut pasal 181 HIR bahwa pihak yang dikalahkan wajib membayar biaya perkara.
Menurut pasal 1276 KUH Per, kreditur dapat menuntut:
n  Pemenuhan perjanjian
n  Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi
n  Ganti rugi
n  Pembatalan perjanjian
n  Pembatalan perjanjian ditambah ganti rugi

OverMacht/Force majeur
n  Pengertian
    Keadaan memaksa adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya persetujuan, yang menghalagi debetur untuk memenuhi presentasinya, dimana debitur tidak dapat dipersoalkan dan dia tidak harus menanggung resiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat.
   Overmacht menghentikan perikatan dan berakibat:
n  Kreditur tidak lagi dapat meminta pemenuhan prestasi
n  Debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai, dan karenanya tidak wajib membayar ganti rugi
n  Resiko tidak beralih kepada debitur
n  Kreditur tidak dapat menuntut pembatalan pada perjanjian timbal balik.

RESIKO
n  Adalah: Kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak.
1. Resiko pada Perjanjian sepihak
    Resiko ditanggung oleh kreditur, debitur tidak
    wajib memenuhi prestasinya.
2. Resiko pada Perjanjian timbal balik
   Perjanjian timbal balik dimana salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasi karena overmacht maka seolah–oleh perjanjian itu tidak pernah ada.

BAB III Kesimpulan

Jadi, pada intinya tidak akan ada kesepakatan yang mengikat seseorang jika tidak ada perjanjain yang disepakati oleh masing-masing pihak. Sehingga perikatan merupakan konsekuensi logis dari pada perjanjian. Dan secara garisbesar Hukum perjanjian akan sah didepan hukum jika memenuhi syarat sahnya yaitu sebagai berikut:
-          Terdapat kesepakatan antara dua belah pihak yang dibuat berdasarkan kesadaran dan tanpa ada tekanan dari pihak manapun.
-          Kedua belah pihak mampu membuat perjanjian dalam keadaan stabil dan tidak dalam pengawasan pihak tertentu yang bias membatalkan perjanjian.
-          Terdapat suatu hal yang dijadikan perjanjian sebagai objek yang jelas yang dapat dipertanggungjawabkan,
-          Hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang benar sebagai niat baik dari kedua belah pihak.

Dalam kitab Undang undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1331(1) dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang undang bagi mereka yang membuatnya.
Artinya, apabila obyek hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat yang tulus, maka secara otomatis hukum perjanjian tersebut dibatalkan demi hukum. Sehingga masing masing pihak tidak mempunyai dasar penuntutan di hadapan hakim.
Akan tetapi, apabila hukum perjanjian tidak memenuhi unsure subjektif, misalnya salah satu pihak berada dalam pengawasan dan tekanan pihak tertentu, maka perjanjian ini dapat dibatalkan di hadapan hakim. Sehingga, perjanjian tersebut tidak akan mengikat kedua belah pihak.
Hukum perjanjian ini akan berlaku apabila masing masi pihak menyepakati isi perjanjian. Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana apabila salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian ini (wan prestasi)?
Maka pihak yang tidak melaksanakan perjanjian diberlakukan hal sebagai berikut:
-          Mengganti kerugian yang di derita oleh pihak yang satunya
-          Materi perjanjiannya dibatalkan oleh kedua belah pihak atau dihadapan hakim
-          Mendapatkan peralihan resiko, dan
-          Membayar seluruh biaya perara apabila pihak yang merasa dirugikan mengajukannya ke muka hakim.

Sumber :




Sabtu, 02 Juni 2012

Pengertian Hukum & Hukum Ekonomi


Disusun Oleh :
Elin Eliani (22210333)
Galih Pangestu (22210924)
Harry Farhan (23210157)
Saepudin (26210320)
Tiara Lenggogeni (26210888)
Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya no. 100, Depok

Leasing Sebagai salah Satu Bidang Usaha Pembiayaan Dalam Kegiatan Ekonomi
Abstrak
Kegiatan ekonomi yang melibatkan pelaku – pelaku ekonomi pada dasarnya harus dijalankan secara terus – menerus, terang – terangan dalam usaha untuk memperoleh keuntungan baik dilakukan oleh perorangan maupun perusahaan. Perkembangan kegiatan ekonomi ini tidak bisa dilepaskan dari adanya kebutuhan akan dana yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi ataupun berusaha diberbagai bidang bisnis.
       Kebutuhan akan dana ini dapat diperoleh melalui perusahaan pembiyaan non bank, salah satunya adalah melalui leasing. Leasing adalah suatu badan usaha yang melakukan kegiatan pembiyaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara finance lease atau operating lease dalam jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran berkala.
Pendahuluan
Era globalisasi ini telah membawa Indonesia kedalam pergaulan perdagangan Internasional yang semakin luas. Hal ini merupakan suatu konsekuensi dari masuknya Indonesia dalam WTO (World Trade Organization), bahwa perdagangan atau bisnis sudah sedemikian berkembang yang merupakan suatu fakta yang tidak terbantahkan, dimana hampir semua yang terjadi di negara lain di bidang bisnis yang legal akhirnya juga di praktekkan di Indonesia.
Kebutuhan akan modal atau penyandang dana ini pada mulanya bisa diselesaikan lewat perbankan tetapi ternyata lembaga ini tidak cukup bisa menyelesaikan berbagai keperluan dana dalam masyarakat. Kemudian dicarilah bentuk-bentuk penyandang dana baik secara broker ataupun tidak untuk membantu pihak bisnis ataupun diluar bisnis dalam rangka penyaluran dana baik berkonotasi bisnis ataupun yang berkonotasi sosial.
Sehingga terciptlah lembaga penyandang dana yang lebih fleksibel dan moderat dari pada bank, yang dalam hal-hal tertentu tingkat resikonya bahkan lebih tinggi, inilah yang kemudian dikenal sebagai lembaga pembiyaan.

Leasing Sebagai salah satu Bidang Usaha Pembiyaan
Menurut pasal 1 ke 2 dari keppres NO.61 tahun 1988 yang dimaksud dengan Lembaga Pembiyaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiyaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana langsung dari masyarakat.
Selanjutnya dalam pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa Lembaga Pembiyaan melakukan kegiatan yang meliputi antara lain bidang usaha :
1.    Sewa Guna Usaha
2.    Modal Ventura
3.    Perdagangan Surat Berharga
4.    Anjak Piutang
5.    Usaha Kartu Kredit
Leasing sebagai salah satu Lembaga Pembiyaan bertujuan untuk menopang kegiatan ekonomi (bisnis) yang menjadi kbutuhan dewasa ini terus berkembang seirama dengan irama pembangunan khususnya yang berkaitan dengan dunia usaha.
       Dengan sedemikian usaha leasing pada hakekatnya adalah sama sifat dan tujuannya dengan badan pemberi kredit. Dalam hubungan dengan leasing dengan hak opsi maka oleh keputusan menteri keuangan No,1169/KMK.01/1991, tentang kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing) ditentukan bahwa jangka waktu leasing ditetapkan dalam 3 kategori sebagai berikut :
a.     Jangka Pendek, yaitu minimal 2 tahun dan berlaku bagi barang modal golongan 1
b.     Jangka Menengah, yaitu minimal 3 tahun dan berlaku bagi barang modal golongan II dan III
c.     Jangka Panjang yaitu minimal 7 tahun, dan berlaku bagi golongan bangunan. Penggolongan barang modal kepada golongan 1, 2 dan 3 tersebut sesuai penggolongan dalam UU pajak Penghasilan.
Untuk dapat beroperasi, Leasing dalam praktek keseharian, pihak-pihak yang terlibat dalam sistem pembiyaan ini pada prinsipnya terdiri dari :
1.    Lessor, yakni merupakan pihak yang memberikan pembiyaan dengan cara leasing kepada pihak yang membutuhkannya.
2.    Lessee, ini merupakan pihak yang memerlukan barang modal, barang modal mana dibiayai oleh lessor dipruntukan kepada lesse.
3.    Supplier, merupakan pihak yng menyediakan barang modal mana dibayr oleh lessor kepada supplier untuk kepentingan lesse.
Sebagai salah satu bidang usaha pembiyaan, dalam prakteknya leasing banyak diminati oleh anggota masyarakat karena leasing memiliki kelebihan-kelebihan bila dibandingkan dengan usaha lembaga pembiyaan yang lain terutama dengan kredit bank. Kelebihan – kelebihannya adalah fleksibel, ongkos yang relatif lebih murah, adanya penghematan pajak, pengaturan tidak terlalu complicated, adanya kriteria bagi lesse yang longgar, adanya hak bagi lesse untuk memutuskan kontrak ditengah jalan dan pembukuannya yang lebih mudah.
       Disamping kelbihan – kelebihan yang teerdapat pada leasing adapula kelemahan – kelemahannya yaitu biaya bunga yang tinggi, kurangnya perlindungan hukum, dan sulitnya proses eksekusi apabila terjadi leasing yang macet.
Penutup
Kegiatan ekonomi yang terjadi didalam masyarakat mengalami perkembangan yang begitu cepat dimana pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan menjalankan perusahaan yang melibatkan pelaku-pelaku ekonomi yang semakin hari semakin tinggi frekuensi kerjanya.
       Perkembangan kegiatan ekonomi ini juga mendorong masyarakat untuk berusaha menaikkan kualitas hidupnya dengan cara memperoleh modal akan dana baik untuk usaha atau hanya sekedar bersifat konsumtif. Leasing sebagai salah satu bidang usaha lembaga pembiyaan dalam praktek sangat diminati oleh masyarakat luas karena kemudahan – kemudahan yang diberikan yaitu misalnya lebih fleksibel, adanya kriteria bagi lesse yng lebih longgar dan sebagainya.
       Namun demikian dalam Lembaga Pembiyaan yang namanya leasing ini terdapat kelemahan yang sangat mendasar yaitu kurang adanya perlindungan hukum terhadap para pihak, dimana perlindungan hukum para pihak hanya sebatas itikad baik masing – masing yang dituangkan kedalam perjanjian.
Sumber :