AKTUALISASI FUNGSI HUKUM PIDANA
DALAM ERA EKONOMI GLOBAL
Disusun Oleh :
Elin Eliani (22210333)
Galih Pangestu (22210924)
Harry Farhan (23210157)
Saepudin (26210320)
Tiara Lenggogeni (26210888)
Abstract
This article tries to describe the function of Indonesian law
system in global economy era. Due to forth coming of globalization on economy
and free trade, in which Indonesia as a developing country included to be
involved, the legal system might be considered as a primary instrument on
facilitating the global economic activities. Economic law, so called, may be
punctuate as regulatory on economic
activities, meanwhile the criminal law can be punctuate on
preventing the economic actors from wrong doing, which potentially victimized
either physical or other kinds of damage.
Pendahuluan
Liberalisasi perdagangan menuju era ekonomi global dan pasar
bebas melalui WTO (World Trade
Organization) maupun APEC (Asia Pasific Economic Committee), menghadirkan tantangan yang berat
bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan
demikian, oleh karena di pasar bebas akan bertemu kekuatan-kekuatan yang tidak
berimbang, yaitu negara-negara industri, New
Indusrial Countries (NIC’s), dan
negara-negara yang sedang berkembang. Kemampuan para pemain, dalam hal ini
negara-negara, tidaklah sama. Negara-negara berkembang dikhawatirkan akan
kedodoran dalam menghadapi persaingan ketat dengan negaranegara maju.
Malapetaka ekonomi akibat ketidakseimbangan perdangan dunia yang
dikhawatirkan dapat terjadi, terutama karena kebanyakan negara berkembang saat
ini belum siap menghadapi persaingan global. Dalam melakukan persiapan memasuki
ekomomi global dan perdagangan bebas bagi negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia, dari segi ekonomi mau tidak mau harus sesegera mungkin memperkokoh
daya tahan ekonomi nasional (domestik) dari serangan ekonomi asing terhadap
dalam negeri. Sementara itu, bagi bangsa Indonesia harus pula segera
memperbaiki kelemahan-kelemahan baik dalam bidang ekspor maupun dalam bidang
impor, serta mengembangkan potensi ekonomi nasional untuk meningkatkan ekspor
dan mengurangi volume impor. Dalam kaitan ini juga tidak boleh diabaikan tujuan
pembangunan ekonomi nasional yang harus tetap berorientasi pada ekonomi
kerakyatan.
Dalam konstruksi konseptual Pasal 33 UUD 1945, sistem hukum
nasional seharusnya memfasilitasi kehidupan ekonomi nasional untuk mewujudkan
sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Fungsi memfasilitasi aktivitas ekonomi
dan perdagangan demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat, lebih merupakan
fungsi hukum ekonomi; sedangkan fungsi mencegah perilaku menyimpang yang
merugikan dan melindungi warga masyarakat dan bangsa dari dampak buruk
aktivitas perdagangan global, lebih merupakan fungsi hukum pidana. Fokus
bahasan dalam tulisan ini lebih terarah pada fungsionalisasi hukum pidana dalam
mendampingi bekerjanya hukum ekonomi tersebut di atas.
Dari Planed Economy Menuju Market Economy
Liberalisasi ekonomi dan perdagangan diartikan sebagai
berkurangnya peranserta negara dalam aktivitas ekonomi dan perekonomian, dan
pergeseran fungsi pengaturan dari yang semula di tangan negara kepada mekanisme
pasar. Konsep liberalisasi ekonomi dan perdagangan berkaitan dengan pergeseran
konsep ekonomi yang semula planned economy kemudian beralih ke market
economy. Fungsi hukum di dalam
sistem market economy jelas berbeda dengan fungsi hukum di dalam sistem planned economy.
Dalam kerangka planned
economy hukum cenderung
dipakai sebagai pemberi kewenangan-kewenangan baru kepada pemerintah (dan
segenap aparatnya) atau juga sebagai pemberi legitimasi-legitimasi pada setiap
tindakan pemerintah (dan segenap aparatnya) itu. Sementara market economy,
sistem hukum lebih menampakkan watak atau karakternya yang liberal. Dalam
sistem ekonomi pasar global, sistem hukum memerlukan reformasi dalam format dan
fungsinya yang sesuai dengan tuntutan aktivitas ekonomi yang berlangsung dalam
semangat pasar bebas. Dalam konteks liberalisasi ekonomi dan perdagangan ini,
pemerintah Indonesia tampaknya telah melaku-kan langkah-langkah deregulasi
dalam bidang ekonomi dan perdagangan. Deregulasi dalam bidang ekonomi dan
perdagangan, pada hakikatnya bukanlah peniadaan peran hukum dalam pengaturan
kehidupan ekonomi, melainkan melakukan perubahan (reformasi) dalam pola
pengaturan ke arah yang lebih demokratis, liberal dan akomodatif terhadap
dinamika pasar.
Reformasi Hukum dan Fungsionalisasi Hukum Ekonomi
Reformasi dalam bidang hukum/ hukum ekonomi, mengandaikan
keniscayaan hubungan antara perkembangan ekonomi dan perkembangan hukum. Max
Weber termasuk perintis yang melihat hubungan erat antara munculnya hukum
modern dengan kapitalisme, yang berarti bahwa Weber melihat kapitalisme itu
sebagai sebab terjadinya perubahan dalam tipe hukum dari tradisional menjadi
modern. Kapitalisme, menurut Weber, menuntut suatu tatanan normatif dengan
tingkat yang dapat diperhitungkan (calculability
atau predictability) secara akurat. Hasil penelitian Weber terhadap sistem-sistem
hukum yang ada di zamannya, sampai pada kesimpulan bahwa hanya hukum modern
yang rasional atau memiliki rasionalitas formal yang bersifat logis yang mampu
memberikan tingkat per-hitungan yang dibutuhkan. Legalisme atau pandangan yang
menempatkan peraturan perundang-undangan sebagai sumber hukum utama dan
terpenting, dipandang memberikan dukungan kepada perkembangan kapitalisme
dengan memberikan suasana yang stabil dan dapat diperhitungkan.
Menurut Max Weber, jika hukum hendak difungsikan dalam
memfasilitasi kehidupan ekonomi, maka harus diciptakan hukum yang memiliki
beberapa karakteristik, Berikut ini akan beberapa karakteristik hukum yang
dimaksudkan oleh Max Weber.
1.
predictability. Maksudnya bahwa hukum harus dapat memperkirakan persoalan yang
akan timbul di masa yang akan datang dan memberikan gambaran mengenai
langkah-langkah apa yang harus diambil.
2.
stability atau stabilitas. Maksudnya, hukum dibuat untuk menciptakan
stabilitas.
3.
fairness atau keadilan seperti persamaan di depan\ hukum.
4.
education atau pendidikan. Dalam hal ini maksudnya adalah pendidikan
(tinggi) hukum yang seharusnya dapat menjawab tantangan global.
5.
special ability of the
lawyer. Dalam hal ini
maksudnya, para lawyer diharapkan mempunyai kemampuan yang baik dalam melakukan
pekerjaan profesionalnya; tidak sekedar menjadi partner bagi penguasa, tukang
stempel atau seseorang yang hanya mengurus soal finansial yang akan diterima
saja.
Dan dalam melakukan pembaharuan hukum nasional, perlu
diperhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi sehingga menghasilkan suatu
produk perundang-undangan yang baik dan responsif terhadap kebutuhan hukum
masyarakat. Dalam hal ini yang terutama ialah produk hukum atau
perundang-undangan yang kondusif dalam mengakomodasi kepentingan berbagai pihak
di dalam situasi pasar global mendatang.
Arief Gosita menginventarisasi per-syaratan yang sekaligus dapat
dijadikan alat pengukur kualitas hukum atau suatu perundang-undangan.
1.
rasional positif.
2.
dapat
dipertanggungjawabkan.
3.
bermanfaat.
4.
mengembangkan rasa
kebersamaan, kerukunan, kesatuan dan persatuan.
5.
mengembangkan
kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan rakyat.
6.
mengutamakan perspektif
kepentingan yang diatur/ dilayani dan bukan perspektif kepentingan yang
mengatur/melayani.
7.
sebagai pengamalan
Pancasila.
8.
berlandaskan hukum
secara integratif.
9.
berlandaskan etika.
10.
mengembangkan hak asasi
dan kewajiban asasi yang bersangkutan.
11.
tidak dapat dipakai
sebagai dasar hukum untuk menyalahgunakan kedudukan, kewenangan, kekuasaan dan
kekuatan demi kepentingan pribadi atau kelompok.
12.
mengembangkan
respon/keadilan yang memulihkan.
13.
tidak merupakan faktor viktimogen.
14.
tidak merupakan faktor
kriminogen.
15.
mendukung penerapan
unsur-unsur manajemen: kooperasi, koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan
simplifikasi.
16.
berdasarkan citra yang
tepat mengenai objek dan subjek hukum, sebagai manusia yang sama harkat dan
martabatnya.
17.
mengembangkan lima senses, yaitu sense of belonging (rasa
memiliki), sense of
responsibility (rasa tanggungjawab), sense of commitment (memiliki
komitmen), sense of sharing (rasa berbagi),
dan sense of serving (saling melayani).
Demikian pula sejumlah persyaratan di atas, tidak terbatas dalam
bidang hukum ekonomi saja, melainkan juga berlaku untuk semua bidang hukum
termasuk hukum pidana. Sejalan dengan semakin derasnya aktivitas ekonomi
berskala global tahun-tahun terakhir ini, terlihat pula adanya political will
yang kuat pada pemerintah negara-negara berkembang untuk
berbenah diri, membenahi semua potensi yang diperlukan dalam mendorong laju
akselerasi perdagangan global tersebut sehingga bisa mem-berikan kemanfaatan
yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Peran Hukum Pidana Mendapingi Hukum Ekonomi
Hukum pidana dapat dipandang sebagai suatu bidang hukum yang
mandiri, Sebagai suatu bidang hukum yang mandiri, hukum pidana memiliki
kaidahkaidah tersendiri beserta sanksi pidananya yang dituangkan di dalam bentuk
perundang-undangan tersendiri. Dalam konteks kajian ini, peran terpenting hukum
pidana yang ingin dikedepankan adalah untuk mendampingi bekerjanya hukum
ekonomi yang memiliki posisi primer dalam memfasilitasi aktivitas ekonomi yang
berlangsung dalam masyarakat, baik dalam hubungan berskala individual maupun
kolektif.
Hukum pidana merupakan bagian dari sistem hukum pada umumnya dan
bagian dari sistem peradilan pidana khususnya. Dalam posisi demikian itu, hukum
pidana merupakan salah satu instrumen pengaturan dan perlindungan berbagai
kepentingan secara seimbang di antara kepentingan pemerintah atau negara,
kepentingan masyarakat atau kolektivitas, serta kepentingan individu atau
perorangan, termasuk kepentingan pelaku tindak pidana dan korban kejahatan.
Sejalan dengan doktrin hukum pidana sebagai ultimum
remedium, artinya penggunaan
hukum pidana merupakan pilihan terakhir dalam mencegah dan menanggulangi
perilaku kriminal di dalam masyarakat. Doktrin ini mengandaikan bahwa sarana
utama dan pertama dalam mengatur perilaku warga masyarakat, baik individu
maupun kolektif, haruslah menggunakan sarana hukum-hukum lain selain hukum
pidana.
Norma-norma hukum, hukum ekonomi minus hukum pidana tadi,
diharapkan dapat dengan cermat mengatur perilaku warga masyarakat, sehingga
selain aktivitas ekonomi dapat berlangsung dengan baik juga dapat melindungi
warga masyarakat dari kemungkinan terjadinya perilaku kriminal yang menimbulkan
korban. Dalam operasionalnya, hukum pidana dengan kaidah dan sanksinya berperan
memback up bekerjanya hukum ekonomi.
Salah satu contoh kongkrit tidak adanya atau kurangnya kepastian
hukum di dalam mekanisme peradilan pidana di Indonesia, ditandai dengan
kecenderungan selama ini di dalam mengadakan hubungan perjanjian dagang
transnasional, pihak asing selalu mensyaratkan klausula arbitrase dalam
penyelesaian sengketa. Erman Radjagukguk yang melakukan identifikasi terhadap
alasan-alasan rasional kecenderungan tersebut, menyebutkan beberapa alasan.19
1.
pada umumnya pihak
asing kurang mengenal sistem hukum negara lain.
2.
adanya keraguan akan
sikap objektif pengadilan setempat dalam memeriksa dan memutus perkara yang di
dalamnya terlibat unsur asing.
3.
pihak asing masih
meragukan kualitas dan kemampuan pengadilan negara berkembang dalam memeriksa
dan memutus perkara yang berskala internasional dan alih teknologi.
4.
timbulnya dugaan dan
kesan bahwa penyelesaian melalui jalur formal badan peradilan akan memakan
waktu lama.
Contoh kongkrit lainnya tentang tidak adanya atau lemahnya
kepastian hukum dalam sistem peradilan di Indonesia dapat disimak dari fenomena
tingginya kasus-kasus korupsi yang terjadi, namun kasus-kasus yang disidangkan
di pengadilan selalu kandas.
Keadaan-keadaan di atas jelas menunjukkan perlunya reformasi di
dalam sistem peradilan pidana Indonesia, sehingga dapat berperan sebagaimana
mestinya dalam mendampingi bekerjanya hukum ekonomi di era ekonomi global
mendatang. Dengan kata lain ingin ditegaskan bahwa reformasi sistem
peradilan pidana merupakan suatu keniscayaan, conditio sine qua non,
guna dapat berfungsi secara berdaya guna bagi semua pelaku ekonomi, serta mampu
mencegah dan menanggulangi terjadinya perbuatan-perbuatan yang berpotensi
menimbulkan korban fisik, ekonomi dan mental.
Tuntutan kesiapan sistem peradilan pidana ini bukanlah sesuatu
yang berlebihan, mengingat aktivitas ekonomi dan bisnis di era ekonomi global
dapat pula terjadi, dalam skala yang lebih besar serta lebih rumit
penyelesaiannya. Sebagaimana diidentifikasi oleh Muladi,21 kejahatan ekonomi
merupakan kejahatan yang dilakukan tanpa kekerasan (nonviolent), disertai dengan
kecurangan (deceit), penyesatan (misprecentation), penyembunyian kenyataan (concealment
of facts), manipulasi,
pelanggaran kepercayaan (breach of trust), akal-akalan (subterfuge) atau pengelakan terhadap peraturan (illegal circumtances).
Di balik semua itu, apa yang terjadi sebenarnya merupakan praktik bisnis yang
tidak jujur.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi yang semakin mengglobal,
aktivitas ekonomi juga tidak akan sepi dari praktik-praktik yang bersifat
kriminal baik dilakukan oleh subjek hukum individu maupun berupa sumjek hukum
korporasi. Secara sektoral dapat dikemukakan bahwa, berbagai perundang-undangan
baru di bidang ekonomi, serta Rancangan Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (RUU KUHP) telah mengakomodasi korporasi sebagai subjek tindak pidana
selain manusia/orang. Perkembangan ini merupakan bagian dari reformasi hukum
pidana dan sistem peradilan pidana di Indonesia.
Dalam kerangka reformasi sistem peradilan pidana ini, Muladi
mengutarakan beberapa karakteristik hukum pidana yang harus dikembangkan.
1.
bahwa hukum pidana nasional di masa datang yang dibangun itu
harus memenuhi pertimbangan sosiologis, politis, praktis dan juga dalam
kerangka ideologis Indonesia;
2.
hukum pidana yang
dibangun itu tidak boleh mengabaikan aspek-aspek yang bertalian dengan kondisi
manusia, alam dan tradisi Indonesia;
3.
hukum pidana yang
dibangun itu harus menyesuaikan diri dengan kecenderungan-kecenderungan
universal yang tumbuh di dalam pergaulan masyarakat beradab;
4.
oleh karena sistem
peradilan pidana, politik kriminal dan politik penegakan hukum merupakan bagian
tidak terpisahkan dari politik sosial, maka hukum pidana mendatang juga harus
memikirkan aspek-aspek yang bersifat preventif;
5.
hukum pidana dan sistem peradilan
pidana pada dasarnya merupakan bagian dari super sistem yang lebih besar,
sistem politik, ekonomi, sosial budaya, hankam dan sistem ilmu pengetahuan dan
teknologi, oleh karena itu harus selalu tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi guna peningkatan efektivitas fungsinya di dalam masyarakat.
Dengan karakteristik masa depan seperti tersebut di atas, dapat diharapkan
hukum pidana dan sistem peradilan pidana nasional akan dapat memberikan jaminan
kepastian hukum yang diperlukan, dan dengan demikian akan dapat berfungsi
dengan semestinya mendampingi atau mem-back
up bekerjanya hukum
ekonomi.
Penutup
Liberalisasi perdagangan sebagai bagian dari proses menuju
ekonomi global, menuntut pula dilakukan perubahan pada sistem hukum yang
berlaku. Liberalisasi yang menandai beralihnya sistem ekonomi negara dari planned economy menuju
market economy, mensyaratkan model pengaturan yang lebih sesuai dengan
mekanisme dan dinamik pasar yang bercorak liberal dan demokratis. Dalam situasi
ekonomi yang berlangsung dalam bingkai market
economy, regulasi atau
pengaturan aktivitas ekonomi dilakukan dengan memfungsikan hukum ekonomi serta
ditopang oleh hukum pidana.
Perubahan corak ekonomi ini yang menuntut perubahan pada sistem
hukumnya, tidak serta merta dapat berlangsung cepat dan mudah. Jika perubahan
dalam pengelolaan aktivitas ekonomi dapat dilakukan dengan relatif mudah, maka
fungsionalisasi sistem hukum baik hukum ekonomi maupun hukum pidana lebih
memerlukan keseksamaan. Hal ini disebabkan, sistem hukum di masa Orde Baru
dengan model planned economy cenderung tidak memberikan jaminan kepastian hukum, sementara
model market
economy sebagai model ekonomi
masa mendatang di era ekonomi global dan pasar bebas, mensyaratkan dengan
sangat adanya jaminan kepastian hukum ini.
Untuk memenuhi tuntutan kepastian hukum ini, reformasi hukum
merupakan conditio sine qua non, prasyarat mutlak yang harus disiapkan. Hukum pidana sebagai
bagian dari sistem peradilan pidana, yang berfungsi mem-back up bekerjanya hukum
ekonomi, dengan sendirinya merupakan bidang hukum yang harus mengalami banyak
pembenahan mendasar, sehingga dapat
memberikan jaminan kepastian hukum.
Daftar Pustaka
Surbakti, Natangsa. SH.,MHum. 2005.
Aktualisasi Fungsi Hukum Pidana dalam Ekonomi Global. http://eprints.ums.ac.id/348/1/4._NATANGSA.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar