Disusun oleh ; Elin
Eliani (22210333)
Galih
Pangestu (22210924)
Harry
Farhan (23210157)
Saepudin
(26210320)
Tiara
Lenggogeni (26210888)
Abstrak
Perikatan dalam bahasa
Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam
literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang
mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu
menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat
berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat
berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang
bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat
itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang
atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian,
perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut
hubungan hukum.
Pendahuluan
Perikatan adalah suatu
hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di
mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas
sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum,
akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan
perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam
bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum
keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam
bidang hukum pribadi (pers onal law).
Pembahasan
Jika dirumuskan, perikatan adalah hubungan hukum yang
terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan,
peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu
terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), dalam bidang
hukunm keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession),
dalam bidang hukum pribadi (personal law).
Perikatan yang terdapat dalam bidang hukum ini disebut perikatan
dalam arti luas.perikatan yang terdapat dalam bidang- bidang hukum tersebut
di atas dapat dikemukakan contohnya sebagai berikut:
a)
Dalam bidang hukum kekayaan, misalnya perikatan jual beli, sewa menyewa, wakil
tanpa kuasa (zaakwaarneming), pembayaran tanpa utang, perbuatan melawan
hukum yang merugikan orang lain.
b)
Dalam bidang hukum keluarga, misalnya perikatan karena perkawinan, karena
lahirnya anak dan sebagainya.
c)
Dalam bidang hukum waris, misalnya perikatan untuk mawaris karena kematian
pewaris, membayar hutang pewaris dan sebagainya.
d)
Dalam bidang hukum pribadi, misalnya perikatan untuk mewakili badan hukum oleh
pengurusnya, dan sebagainya.
Perikatan
Dalam arti Sempit.
Perikatan yang dibicarakan dalam
buku ini tidak akan meliputi semua perikatan dalam bidang- bidang hukum
tersebut. Melainkan akan dibatasi pada perikatan yang terdapat dalam bidang
hukum harta kekayaan saja,yang menurut sistematika Kitab Undang- Undang
hukum Perdata diatur dalam buku III di bawah judul tentang Perikatan.
Tetapi menurut sistematika ilmu
pengetahuan hukum, hukum harta kekayaanitu meliputi hukukm benda dan hukum
perikatan, yang diatur dalam buku II KUHPdt di bawah judul Tentang Benda.
Perikatan dalam bidang harta kekayaan ini disebut Perikatan dalam arti
sempit.
Azas-azas
dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum
perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan
berkontrak dan azas konsensualisme.
v
Asas
kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan
bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
v
Asas
konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata
sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan
dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
1.
Kata
Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak
yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling
setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan
tersebut.
2.
Cakap
untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya
bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21
tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3.
Mengenai
Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan
diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau
keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak,
sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4.
Suatu
sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus
mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan,
atau ketertiban umum
Wanprestasi
dan Akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
- Tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya;
- Melaksanakan apa yang dijanjikannya,
tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
- Melakukan apa yang dijanjikan tetapi
terlambat;
- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian
tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
- Membayar Kerugian yang Diderita oleh
Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
a.
Biaya
adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan
oleh salah satu pihak;
b.
Rugi
adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat
oleh kelalaian si debitor;
c.
Bunga
adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau
dihitung oleh kreditor.
- Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan
Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan. - Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
SUBJEK
HUKUM PERIKATAN
Kegiatan ekonomi secara umum dapat
diartikan sebagai kegiatan usaha yang dijalankan oleh seseorang atau badan
hukum untuk mendapatkan laba atau keuntungan. Dalam hubungan hukum dikenal subjek hukum terdiri
dari manusia dan badan hukum. Dalam perkembangannya manusia tidak mampu
melaksanakan kegiatan atau usaha secara sendirian, maka lahirlah
perkumpulan-perkumpulan, asosiasi, dan atau dikenal menggunakan hukum perikatan dalam kebebasan berkontrak menurut
Daeng (2009:7( sebagai berikut:
- Perusahaan perseorangan
- Perusahaan persekutuan (pasal 1618 KUH Perdata)
- Persekutuan Komanditer (pasal 19 sampai 21
KUHD)
- Perseroan Firma (pasal 16 sampai 18 KUHD)
- Perseroan Terbatas (UU No. 20 Tahun 2007
tentang PT)
Perusahaan
perseroaan adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh seorang
pengusaha, dalam masyarakat umum dikenal dengan nama Usaha Dagang (UD) dan
Perusahaan Dagang (PD)
OBJEK
HUKUM PERIKATAN
Benda merupakan objek hukum yang
mengatur hubungan antara manusia dengan benda. Macam dan jenis benda dapat kita
pelajari dalam kehidupan sehari-hari antara lain: Benda bergerak dan tidak
bergerak, benda yang habis dipakai dan benda yang tidak habis dipakai dan
lainnya,. Macam benda yang terpenting dalam hukum adalah benda bergerak dan
tidak bergerak karena perolehannya,
penyerahannya, dan jaminan hak kebendaan menggunakan kebebasan berkontrak
dalam Gadai dan hak tanggungan serta fiducia. (Subekti 1984:63)
Daftar
Pustaka
Yusmedi
Yusuf
2009
Hukum
Perikatan
Tangerang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar